Jumat, 05 Mei 2017

Geopark Bojonegoro (Hamparan Minyak Bumi)

Kabupaten Bojonegoro merupakan Kabupaten yang dilewati Sungai Bengawan Solo. Sungai Bengawan Solo mengalir dari Selatan, menjadi batas alam dari Propinsi Jawa Tengah, kemudian mengalir ke arah Timur, di sepanjang wilayah Utara Kabupaten Bojonegoro. Bagian utara merupakan daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang cukup subur dengan pertanian yang ekstensif. Kawasan pertanian umumnya ditanami padi pada musim penghujan, dan tembakau pada musim kemarau.
Bagian Selatan adalah pegunungan kapur, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng (Zona Kendeng). Bagian Baratlaut (berbatasan dengan Jawa Tengah) adalah bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara.  Secara administrasi Kabupaten Bojonegoro dibagi menjadi 27 kecamatan dengan 419 desa dan 11 kelurahan. Luas wilayah keseluruhan adalah 230,706 Ha. Kabupaten Bojonegoro punya selogan Karta Raharja Mawa Karya (Jika Ingin Sejahtera Harus Bekerja). 
Kabupaten Bojonegoro terletak di Propinsi Jawa Timur, merupakan salah satu daerah yang banyak dijumpai cadangan minyak dan gas bumi serta merupakan energi tidak terbarukan. Energi tidak terbarukan adalah energi yang diperoleh dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya sampai jutaan tahun. 
Tak terbarukan karena apabila sumberdayanya dieksploitasikan, maka untuk mengganti sumberdaya sejenis dengan waktu yang sama baru mungkin ada atau belum pasti akan terjadi jutaan tahun yang akan datang. Hal ini karena, di samping waktu pembentukkannya yang sangat lama, cara terbentuknya lingkungan tempat berkumpulnya energi inipun tergantung pada proses dan keadaan geologi saat itu. 
Perlu dipikirkan jika energi tak terbarukan nantinya akan habis, maka harus dicarikan solusi yang baik dan sustainable development. Salah satu alternatif adalah dibuat wisata alam geologi yang akan dirangkum dalam cerita Petroleum Geopark Bojonegoro.



Petroleum Geoheritage Bojonegoro mempunyai total luasan 28.12 Ha., yang berlokasi di sebelah Utara dan beberapa di sebealah Tenggara dari Kabupaten Bojonegoro. Geosite yang berada didalam Petroleum Geoheritage Bojonegoro meliputi Petroleum Geogeritage Wonocolo, Struktur Antiklin Kawengan, Penambangan Bentonite, Sendang Gong/Goa Jepang, Kayangan Api, Dung Lantung, Undak Bengawan Solo Purba dan Tambang/Goa Fosfat. 

Hampir semua lokasi tersebut berada pada sistem Cekungan Zona Rembang, yang beberapa formasi penyusunnya sudah terbukti sebagai penghasil hidrokarbon. Beberapa geosite pada Petroleum Geoheritage Bojonegoro ada yang bernilai internasional, yaitu seperti  

1.Petroleum Geoheritage Wonocolo. 

Kawasan Wonocolo secara geologi lebih dikenal sebagai Struktur Wonocolo, yang merupakan satu rangkaian model Struktur Antiklin Kawengan yang memanjang berarah Barat-Timur. Wonocolo merupakan ujung dari Antiklin Kawengan, sehingga secara geologi proses terbentuknya lipatan pada Wonocolo menjadi satu dengan antiklin pada Kawengan.

Litologi yang tersingkap merupakan batupasir gampingan dari Formasi Wonocolo, formasi tersebut berperan sebagai reservoir yang tersebut memberikan kontribusi minyak bumi di area Wonocolo.




2. Struktur Antiklin Kawengan 
Kawasan Kawengan secara geologi lebih dikenal sebagai Struktur Antiklin Kawengan yang memanjang berarah Barat-Timur. Kawasan ini berada pada zona rembang, berdasarkan survei lokasi, litologi yang tersingkap diarea ini terdiri dari Formasi Wonocolo berumur Miosen Akhir (10.5 jtl) dengan dicirikan litologi penyusun napal, bersisipan kalkarenit dan batulempung, serta Formasi Ledok berumur Miosen Akhir bagian tengah (8.2 jtl) dengan dicirikan litologi penyusun perselingan kalkarenit, batupasir dan napal. Pada bagian puncak tinggian Kawengan terdapat ratusan sumur tua peninggalan Belanda yang masih berproduksi baik yang dikelolah secara modern maupun tradisional. Lapangan Kawengan sampai saat ini masuk didalam wilayah kerja PT Geo Cepu Indonesia. Struktur antiklin kawengan merupakan bentukan antiklin yang masih ideal, karena masih dapat dikenali dengan baik kedudukannya baik di sayap antiklin sebelah Utara dan sebelah Selatan.



Singkapan Formasi Ledok  

3.Bentonite


Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan kehadiran bentonite merupakan salah satu mineral lempung jenis monmorilonit yang diinterpretasikan terbentuk oleh hasil pelapukan batuan asal dari Formasi Ledok yang kaya akan mineral plagioklaskalium-feldspar, biotit dan muskovit, serta reaksi antara ion-ion hidrogern (H+) dalam air tanah dengan senyawa silikat, dimana ion H+ berasal dari asam karbon akibat pembusukan zat organik didalam tanah. Kondisi kawasan ini berupa perbukitan antiklin yang masuk didalam struktur antiklin kawengan, dimana lokasi ini berada pada sayap selatan dari antiklin kawengan. Bentonit sampai saat ini masih dilakukan penambangan secara tradisional untuk bahan baku gerabah.

4. Sendang Gong/Goa Jepang


Berdasarkan kajian geologi area sendang gong merupakan bagian ujung Barat dari suatu sistem struktur antiklin yang berarah Barat-Timur yang dikontrol oleh patahan. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran 2 (dua) singkapan patahan, yaitu sesar turun dengan kedudukan bidang sesar N 115° E/47° gores garis sebesar N 205° E dan Plung 47° dan sesar turun kedua dengan kedudukan N 115° E/25° yang berlokasi sebelah Tenggara sesar pertama berjarak + 75m. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut dinterpretasikan bahwa sesar tersebut berjenis Listric Normal Fault. Litologi di sekitar Sendang Gong dijumpai Batugamping nonklastik dari Anggota Dander Formasi Lidah.

5. Gunung Pegat

Kawasan ini berada pada Zona Rembang, yaitu pada Anggota Formasi Dander Formasi Lidah yang berumur Pliosen Akhir (2.9 jtl) yang disusun atas batugamping terumbu dan batugampingan. Berdasarkan kajian geologi area Gunung Pegat merupakan bagian ujung Barat dari suatu sistem struktur antiklin yang berarah Barat-Timur yang dikontrol oleh patahan. Lokasi patahan tersebut terkonfirmasi pada kawasan Sendang Gong yang berupa Listric Normal Fault. Kondisi sekitar Gunung Pegat merupkan perbukitan kapur yang terbelah menjadi 2 (dua) sehingga dinamakan menjadi Gunung Pegat. Pada area Gunung Pegat yang masih dilakukan penambangan batugamping hanya pada sisi Timur bukit, sedangkan di area sisi Barat masih dilakukan penambangan secara tradisional.


6. Kayangan Api

Berdasarkan kajian geologi fenomena Kayangan Api merupakan gas alam yang keluar melalui sistem rekahan (zona lemah) yang dihasilkan dari sesar turun yang berarah Timurlaut-Baratdaya yang berada pada sebelah Timur dari lokasi, jika gas alam yang keluar tersebut terkena percikan api maka akan menimbulkan api yang cukup besar, hal tersebut juga dibuktikan kehadiran sumur gas pada sebelah Barat dari lokasi dengan jarak kurang dari 900 meter, tepatnya pada Desa Ngunut. Rekahan pada sekitar lokasi juga terjadi pada mata air yang terbentuk, sehingga menimbulkan efek gelembung pada air (“plupuk-plupuk”) yang airnya berbau menyengat. 

7. Dung Lantung

Kawasan ini berada pada Zona Kendeng Formasi Sonde yang berumur Pliosen Akhir (2.9 jtl) dan tersusun oleh litologi perselingan batulempung dan batupasir dengan sedikit tufan dan terdapat sisipan batugamping. Pada lokasi yang lain (ke arah Utara) pada Zona Rembang (kearah Blora) Formasi ini bersilah jari dengan Formasi Selorejo, dimana pada Formasi tersebut juga terdapat indikasi kehadiran hidrokarbon. Kondisi lokasi ini berdasarkan kedudukan lapisan batuan merupakan bentukan sinklin yang telah tererosi, dimana kedudukan batuan tersebut N260oE/52o. Deskripsi megaskopis batupasir lempungan; Batuan sedimen klastik, warna coklat, Ub : 1/8-1/2 mm, Struktur: perlapisan, terpilah sedang-baik, rounded.

8. Undak Bengawan Solo Purba

Kawasan ini berada pada endapan aluvial. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kawasan ini merupakan endapan dari aliran sungai Bengawan Solo yang lampau atau lebih dikenal sebagai Bengawan Solo Purba, dimana kondisi sekarang sungai Bengawan Solo berada sebelah Barat dari kawasan ini. Jejak endapan Bengawan Solo purba dapat terlihat di sekitar kawasan, salah satunya ditemukan endapan aluvial dengan struktur sedimen berupa hummocky cross stratification, struktur sedimen tersebut merupakan ciri dari endapan sedimen fluvial, serta terdapat oxbow yang merupakan danau hasil dari aliran sungai yang telah terpotong dan membentuk tapal kuda yang saat ini sudah tergenang oleh air.

9. Tambang/Goa Fosfat
Berdasarkan geologi kawasan ini berada pada Zona Rembang, yaitu pada Anggota Dander Formasi Lidah yang berumur Pliosen Akhir (2.9 jtl). Kondisi Goa Fosfat dan sekitarnya berdasarkan hasil pengamatan dilapangan berupa perbukitan, litologi utamanya berupa batugamping nonklastik. Berdasarkan proses terbentuknya fosfat pada goa fosfat merupakan tipe Fosfat Guano, yaitu merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan dan kelalawar yang terlarut dan bereaksi dengan batugamping karena pengaruh air hujan dan air tanah. Pada Goa Fosfat juga diketemukan fosil kepiting. Deskripsi megaskopis batugamping,  batuan sedimen nonklastik, warna putih kecoklatan, Ub : bongkah, struktur masif. 
Kabupaten Bojonegoro memiliki keunikan secara paleontologi yaitu karena ditemukannya fosil-fosil yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) area, yaitu area sebelah Barat yang berlokasi dekat dengan endapan dari Sungai Bengawan Solo Purba didominasi oleh fosil binatang darat seperti kerbau, rusa, kuda nil, sedangkan area sebelah Timur didominasi oleh fosil binatang air tawar dan laut. 





11. Makam Orang Kalang
Orang kalang diduga sebagai penduduk awal di Bojonegoro. Kepercayaan Kalang Kuno dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu. Pemakaman orang Hindu kuno biasanya dilakukan didaerah tinggian karena dianggap lebih mudah dan dekat untuk menuju nirwana. Makam orang kalang terletak pada tinggian kawengan atau bagian dari antiklin kawengan. Pada daerah ini terdapat singkapan dari formasi ledok dan wonocolo dengan lithologi batu gamping pasiran. Oleh karena itu masyarakat kalang kuno memanfaatkan bahan yang ada disekitarnya untuk membuat kubur batu. Hal ini dapat dilihat dari jenis batu yang digunakan sebagai makam adalah batu gamping pasiran.


KONTRIBUTOR

Ketua Tim Teknis
Jatmika Setiawan
Dedy Kristanto


Tim Teknis Geoheritage Bojonegoro
Hariyadi, V. Dedy Cahyokoaji, Nur Arief Nugroho, Ardian Novianto, Eko Ariyadi, Uwes Qorni
Lutvy Juniardi, Edgie Yuda Kaesti, Entika Sintya, Michael Anggi Gilang Angkasa,
Bagus Aditya, Aries Setiawan, Ni Putu Yulia Leovani, Ardhan Farisan,
Emanuel Jiwandono Saputro, Dirsya Felizarda CS,
Irene Lisa Burara, Adi Wijayanto, Aditiya Saputro, Masnur,
Retmono, F.A. Ariadi Tryanto, Yusmardhany Yusuf,
Marya Agustina

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Konten

Diberdayakan oleh Blogger.